keminggriskah kita ??

lagi heboh-hebohnya nich bu soal penghapusan pelajaran bahasa inggris di tingkat sekolah dasar. dan lagi heboh pula soal masyarakat yang bahasanya campur-campur alias gado-gado dengan memasukkan kosakata bahasa inggris kedalam keseharian mereka. kalau menurut aku sich oke-oke saja, selama penggunaannya sesuai dengan konteks kalimat yang dipakai, suasana yang sedang terjadi, dan pelafalan yang tepat tentunya.

penggunaan bahasa inggris dalam keseharian tentunya tak lepas dari kebiasaan hidup yang terjadi pada lingkaran pribadi individu ataupun kelompok. memang sich tidak dilarang menggunakan bahasa gado-gado tadi, tetapi alangkah baiknya apabila bahasa yang digunakan itu PAS. 

pas dalam segala hal tentunya. jangan yang mentang-mentang baru belajar bahasa inggris atau barusan pulang dari luar negeri yang menggunakan bahasa inggris, terus gayanya jadi semau kita dengan pelafalan yang masih amburadul atau bahkan tidak tahu penggunaan kata yang sesuai. maunya gaya, ehhh malah jadi bumerang karena dilirik banyak orang disangka aneh, hahaha. seperti baru-baru ini, ada ibu yang mengatakan ke anaknya (sekolah di bilingual school gitu) "jangan naughty!" waduh.... desing gubrak!! aku mendengarnya..... ini ibu gimana sich ???!!! kalau niat menggunakan bahasa inggris, pakailah dengan baik dan benar. mana ada bahasa gado-gado model begini ???? ckckckck capek dech!!!
 
mengutip dari yahoo.com nich jeng yang menyatakan bagaimana keminggrisnya masyarakat kita terutama masyarakat perkotaan yang mungkin gengsi kali ya kalau ngga ngomong menggunakan bahasa inggris, ^_^ peace!
 
Saat memesan makanan di mal-mal di Jakarta, jangan harap Anda menemukan es teh di menu. Semua sudah terganti dengan ice tea meski secara makna dan wujud, keduanya sama persis. Ketika selesai makan dan siap membayar, bukan bon (meski serapan, namun ini sudah resmi masuk KBBI) yang ditawarkan pelayan pada Anda, melainkan bill. Belum lagi saat Anda berada di mal tersebut dan melihat iklan midnight sale atau parkir di area ladies parking. Seiring makin banyaknya mal di Jakarta, maka penggunaan ekspresi bahasa Inggris pun semakin meluas. Setiap mal ingin memunculkan kesan eksklusif — sebuah dunia mimpi yang asing sekaligus menarik. Maka bahasa Inggris pun digunakan sebagai alat agar ilusi akan dunia asing tersebut tetap terjaga. Kata-kata seperti "fabulous", "food", "sensation", "experience", atau "travel" mudah ditemukan bertebaran.

Tak cukup di mal, saat Anda mendengar radio di Jakarta, maka bersiap-siaplah mendengar penyiarnya bolak-balik mengatakan "which is" sebagai pengganti “yaitu” (meski penggunaannya tidak selalu tepat) dan mereka berulang kali mengucapkan "worthed" padahal seharusnya "worth it" (hmm, bahasa Inggris pun tidak becus).

Maka Jakarta pun jadi kota yang keminggris. Namun tak ada indikasi jelas, apakah kesukaan orang Jakarta berbahasa Inggris punya implikasi langsung terhadap tingkat kesejahteraan ekonomi penduduknya.
Dalam pidato kenegaraan pun, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono termasuk yang getol memasukkan kata-kata atau ungkapan bahasa Inggris, tak peduli kata-kata tersebut sudah ada padanan langsungnya dalam bahasa Indonesia. 


kalo udah begini..... bagaimana donk yaa nasib bahasa persatuan kita ?? padahal jelas lho kalau kita wajib menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, bahasa indonesia yang tertuang dalam salah satu ikrar sumpah pemuda. 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

lomba merangkai sayur

my school

iwak peyek hanif